Sebuah catatan sejarah yang menggugah terungkap dari lembaran-lembaran дневник seorang ilmuwan dan penjelajah ulung asal Vicenza, Italia, Antonio Pigafetta. Sosok yang menginjakkan kaki di bumi Nusantara pada tahun 1522 ini, melalui pengamatannya yang tajam, merekam sebuah pandangan menarik mengenai karakter penduduk Pulau Jawa pada masa itu.
Keterangan Pigafetta, yang kemudian dikutip oleh Kiai Haji Agus Sunyoto, seorang cendekiawan terkemuka, melukiskan sebuah potret masyarakat Jawa yang memiliki rasa superioritas yang mendalam. Bahkan, KH. Agus Sunyoto dengan tegas menyatakan bahwa Pigafetta menuliskan, "tidak ada orang sombong kecuali orang Jawa." Sebuah pernyataan yang tentu saja mengundang refleksi mendalam mengenai identitas dan watak sebuah bangsa.
Lebih lanjut, KH. Agus Sunyoto menguraikan bagaimana Pigafetta mencatat sebuah perilaku unik yang mencerminkan keangkuhan tersebut. Digambarkan bahwa seorang Jawa yang tengah berjalan akan merasa terhina jika melihat individu dari bangsa lain berdiri di tempat yang lebih tinggi darinya. Reaksi yang muncul pun terbilang ekstrem, di mana orang Jawa tersebut akan menuntut orang lain untuk turun dari posisinya.
Konsekuensi yang lebih mencengangkan lagi adalah ancaman kekerasan, bahkan hingga menghilangkan nyawa, jika permintaan tersebut tidak dipenuhi.
Pigafetta mencatat bahwa bagi seorang Jawa pada masa itu, berdiri lebih rendah dari orang lain adalah sebuah penghinaan yang tak tertahankan. Mereka tidak akan sudi membiarkan siapa pun berada di posisi yang lebih tinggi secara fisik dari diri mereka.
Selain itu, Pigafetta juga menyoroti aspek lain dari karakter orang Jawa pada masa itu, yaitu keengganan mereka untuk membawa beban di kepala. Bahkan di bawah ancaman hukuman mati sekalipun, mereka akan menolak tugas semacam itu. Hal ini semakin memperkuat kesan tentang sebuah masyarakat yang memiliki harga diri yang sangat tinggi dan mungkin juga pandangan tertentu terhadap status dan pekerjaan.
Catatan Pigafetta ini memberikan kita sebuah jendela langka untuk mengintip bagaimana orang luar memandang masyarakat Jawa pada awal abad ke-16.
Tentu saja, pandangan ini adalah perspektif dari seorang pengamat asing dan mungkin tidak sepenuhnya mencakup kompleksitas masyarakat Jawa pada masa itu. Namun, tetap saja, catatan ini menjadi sebuah artefak sejarah yang berharga untuk memahami konstruksi identitas dan nilai-nilai yang mungkin dominan pada periode tersebut.
Lebih jauh, KH. Agus Sunyoto memberikan konteks historis yang menarik terkait dengan catatan Pigafetta ini. Beliau menjelaskan bahwa dalam filosofi hidup orang Jawa pada masa sebelum kedatangan Wali Songo, konsep "kalah" seolah-olah tidak dikenal. Semangat pantang menyerah dan harga diri yang tinggi mungkin menjadi landasan bagi perilaku yang dicatat oleh Pigafetta.
Namun, seiring dengan datangnya pengaruh Islam dan peran sentral para Wali Songo dalam menyebarkan ajaran agama, terjadi sebuah transformasi nilai yang signifikan dalam masyarakat Jawa.
KH. Agus Sunyoto mengungkapkan bahwa baru pada era Wali Songo-lah orang Jawa mulai mengenal dan menginternalisasi konsep "ngalah," yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai mengalah atau merendah diri.
Konsep "ngalah" membawa dimensi baru dalam interaksi sosial dan filosofi hidup orang Jawa. Nilai-nilai seperti kesabaran, toleransi, dan kemampuan untuk mengesampingkan ego demi harmoni bersama mulai diperkenalkan dan secara bertahap meresap dalam budaya masyarakat. Transformasi ini tentu tidak terjadi dalam semalam, namun pengaruh Wali Songo memiliki peran krusial dalam menggeser paradigma nilai yang mungkin sebelumnya lebih menekankan pada superioritas dan harga diri yang absolut.
Dengan demikian, catatan Pigafetta bukan hanya menjadi gambaran tentang sebuah periode waktu tertentu dalam sejarah Jawa, tetapi juga menjadi titik awal untuk memahami bagaimana nilai-nilai budaya dapat mengalami evolusi dan transformasi seiring dengan berjalannya waktu dan pengaruh berbagai faktor, termasuk agama dan interaksi antar budaya.
Kisah tentang keangkuhan yang tercatat oleh seorang penjelajah Italia dan transformasi nilai yang dibawa oleh para penyebar agama Islam di Jawa memberikan kita pelajaran berharga tentang dinamika sejarah dan pembentukan karakter sebuah bangsa.
Catatan ini mengajak kita untuk merenungkan tentang bagaimana pandangan dari luar dapat memberikan perspektif yang berbeda terhadap diri kita sendiri, dan bagaimana nilai-nilai yang kita anut saat ini adalah hasil dari sebuah proses panjang perubahan dan adaptasi.
Melalui lensa sejarah ini, kita dapat lebih memahami akar budaya dan identitas masyarakat Jawa, serta menghargai perjalanan panjang yang telah membentuk nilai-nilai luhur yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Warisan catatan Pigafetta dan penjelasan KH. Agus Sunyoto menjadi pengingat yang kuat akan pentingnya memahami sejarah untuk mengerti diri sendiri dan menghargai perbedaan.
No comments:
Post a Comment