Jakarta - Nama surname atau marga Daulay atau sering ditulis Daulae, Dawla, Daholay, Dauleh, Al Dauleh dll menyimpan sejarah panjang yang melintasi zaman dan wilayah, mencerminkan evolusi kekuasaan dan pemerintahan di dunia Islam.
Awalnya, berasal dari kata "Dawla" tulisan Arab yang untuk selanjutnya disesuaikan dengan tulisan dan cara penyebutan masing-masing di berbagai negara, memiliki makna siklus, waktu, atau periode kekuasaan.
Istilah ini sering digunakan oleh para khalifah Abbasiyah awal untuk menandai "masa kejayaan" mereka, yaitu masa pemerintahan mereka.
Seiring waktu, "Dawla" mulai dikaitkan dengan keluarga penguasa dan memperoleh konotasi "dinasti." Namun, dalam penggunaan modern sejak abad ke-19, kata ini lebih sering diartikan sebagai "negara," khususnya negara sekuler ala Barat, yang berbeda dengan sistem negara dinasti atau berbasis agama yang lazim pada masa itu di dunia Islam.
Pada awal abad ke-10, bentuk "al-Dawla" mulai muncul sebagai bagian dari gelar kehormatan yang diberikan oleh para khalifah kepada para pejabat tinggi istana mereka. Hal ini dimulai dengan wazir al-Qasim ibn Ubayd Allah ibn Wahb, yang diberi gelar Wali al-Dawla ("Sahabat Dinasti") oleh Khalifah al-Muktafi. Gelar ini juga muncul pada mata uang khalifah.
Kehormatan yang sama juga diberikan kepada putra al-Qasim, al-Husayn, yang diberi gelar Amid al-Dawla ("Penopang Dinasti") oleh al-Muqtadir pada Februari 932. Titik balik penting terjadi ketika pangeran Hamdani, Hasan dan Ali, diberi gelar Nasir al-Dawla ("Penolong Dinasti") dan Sayf al-Dawla ("Pedang Dinasti") pada April 942.
Setelah itu, pemberian gelar semacam itu kepada para gubernur secara formal melambangkan penyerahan kekuasaan politik kepada para "pangeran" dinasti-dinasti provinsi. Pada tahun 946, dengan kemenangan Buyiyah dalam perebutan kendali atas Irak dan ibu kota Kekhalifahan, Baghdad, Ahmad ibn Buya yang menang mengambil gelar Mu'izz al-Dawla ("Penguat Dinasti"), sementara saudara-saudaranya mengambil gelar Imad al-Dawla dan Rukn al-Dawla ("Penopang" dan "Pilar Dinasti").
Contoh yang diberikan oleh Hamdani dan Buyiyah segera ditiru di seluruh dunia Islam, dari Samaniyah dan Ghaznawiyah di timur hingga Fatimiyah di Mesir, dan bahkan beberapa kerajaan taifa di Spanyol Muslim.
Pada akhir abad ke-10, penggunaan elemen "al-Dawla" telah menjadi sangat luas sehingga nilainya menurun, dan mulai dilengkapi—dan akhirnya digantikan—oleh gelar-gelar lain.
Buyiyah, yang sejak awal mulai menggunakan gelar-gelar pra-Islam, Sasaniyah seperti Shahanshah secara paralel dengan gelar-gelar Arab mereka, kembali memimpin jalan, dengan Adud al-Dawla menerima gelar Taj al-Milla ("Mahkota Komunitas [Islam]") dari Khalifah. Sejak saat itu, gelar-gelar dengan elemen milla ("agama"), umma ("komunitas [Islam]"), dan din ("iman") mulai muncul.
Dari pemaparan ini, kita dapat melihat bahwa "Dawla" bukan sekadar nama keluarga, tetapi juga istilah yang sarat dengan makna sejarah dan politik. Penyebarannya di dunia Islam mencerminkan dinamika kekuasaan dan evolusi pemerintahan pada masa itu.
Meskipun tidak banyak catatan yang secara spesifik menyebutkan "Dawla" sebagai nama keluarga yang menyebar luas seperti marga-marga lainnya, jejaknya dalam gelar-gelar kehormatan dan istilah-istilah politik menunjukkan pengaruhnya yang signifikan.
Istilah "Dawla" telah menjadi bagian dari kosakata politik dan sejarah Islam, mencerminkan perubahan dan perkembangan dalam sistem pemerintahan dan kekuasaan.
Seiring waktu, makna "Dawla" terus berkembang, dari siklus kekuasaan hingga dinasti, dan akhirnya menjadi "negara" dalam konteks modern. Evolusi makna ini mencerminkan perubahan dalam pemahaman tentang negara dan pemerintahan di dunia Islam.
Dari Timur Tengah hingga Afrika Utara dan Eropa Selatan, istilah "Dawla" telah meninggalkan jejaknya dalam sejarah dan budaya. Ini adalah bukti pengaruh yang bertahan lama dari istilah yang awalnya sederhana tetapi kemudian berkembang menjadi simbol kekuasaan dan pemerintahan.
Kisah "Dawla" adalah pengingat akan kompleksitas dan kekayaan sejarah Islam. Ini adalah kisah tentang bagaimana sebuah kata dapat berubah makna dan pengaruhnya seiring waktu, mencerminkan perubahan dalam masyarakat dan politik.
Keturunan dari mereka yang menjabat sebagai Dawla itu kemudian meneruskan gelar itu menjadi marga dan menyebar ke seluruh dunia termasuk Nusantara.
Nama Dawla, Daulah, Dauleh, Daulay, Daulae, Daely dll ditemukan di Nusantara khususnya di sejarah Kesultanan Lamuri Aceh, di Sumatera Utara khususnya sejarah Kerajan Aru, Mandailing dll baik sebagai marga maupun surname.
Dibuat oleh AI
No comments:
Post a Comment