Keempat negara tersebut adalah Irak, Libya, Yaman dan Suriah.
Kecuali Irak, tiga negara terakhir di atas bahkan sampai sekarang berakhir menjadi negara dengan lebih dari dua pemerintaha.
Libya sampai sekarang mempunyai dua pemerintahan di Tripoli dan Benghazi menski sudah disatukan berkali-kali oleh PBB.
Kedua pemerintahan mempunyai tentara masing-masing dan juga bank sentral masing-masing yang mencetak mata uang sendiri.
Sudah ada upaya untuk menyatukan keduanya khsusunya militer dan moneter namun sampai sekarang masih mengalami kegagalan.
Di Yaman juga begitu. Saat iini terdapat dua pemerintahan di Aden dan Sanaa. Masing-masing mempunyai angkatan bersenjata sendiri. Sanaa diperintah oleh kelompok Houtji sementara yang di Aden diperintah oelh pemerintahan yang sah yang terusir dari Sanaa.
Pembangunan di Yaman bisa disebut terus berlanjut karena masing-masing pemerintahan mempunyai bank sentral sendiri untuk mencetak uang versi masing-masing.
Berbeda dengan Suriah, negara ini malah mempunyai empat pemerintahan. Pertama rejim Bashar Al Assad di Damaskus, pemerintahan interim SIG yang dikelola oposisi, pemerintahan penyelamat atau SG di Idlib dan pemerintahan SDC/SDC/AANES di Hasakah.
Uniknya, meski terdapat empat pemerintahan, tidak ada yang berani mendirikan bank sentral sendiri.
Baik SIG, SG dan SDC tetap menggunakan mata uang yang dikeluarkan Bank Sentral Damaskus.
Pemerintahan SDC sendiri pernah mewacanakan akan memproduksi mata uang Suriah sendiri versi mereka. Namun sampai sekarang belum terlaksana.
Pemerintahan SIG dan SG juga tidak melakukan upaya radikal ke arah itu dan bahkan mengadopsi mata uang Turki.
Kelebihannya adalah, baik SG, SIG dan SDC tidak perlu habis energi memikirkan pembangunan sistem moneter.
Namun kekurangannya, wilayah mereka sangat sulit berkembang karena sangat bergantung dengan kebijakan moneter dari Damaskus yang nyatanya merupakan target dari embargo Caesar yang diterapkan oleh AS.
Kekurangan berikutnya adalah adanya potensi ekonomi yang hilang. Misalnya warga yang mempunyai uang kertas yang sudah usang tidak bisa menukarkannya karena kantor bank sentral hanya ada di wilayah Bashar Al Assad.
Jika melihat langkah Yaman dan Libya, seharusnya SDC, SIG dan SG mengeluarkan sendiri mata uang Suroah versi mereka. Tidak perlu meniru ISIS yang membentuk mata uang terpisah.
Misalnya, pemerintahan Aden yang diakui dunia mencetak uang kertas mereka kembali ke Rusia menggunakan bentuk mata uang lama yang sudah dimodifikasi.
Meski Sanaa tidak mengakui uang kertas yang dicetak oleh Aden, namun pemerintah tetap mempunyai kedaulatan dan kemerdekaan dalam kebijakan moneter.
Dapat difahami, rekonstruksi di Suriah terlihat lebih lambat dari Yaman, Irak dan Libya.
No comments:
Post a Comment